Rabu, 10 November 2010

Ayat-Ayat Al-Qur'an Tentang Manusia

AYAT AYAT AL – QUR’AN TENTANG MANUSIA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara. Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa dunia dari zaman yang penuh kezaliman menuju zaman yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam. beserta keluarganya dan para sahabat serta umatnya yang senantiasa mendakwahkan Islam,.
Kami sangat bersyukur, tugas makalah ini telah kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ada kalanya kami mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas makalah ini terutama waktu, namun berkat bantuan doa, tenaga dan fasilitas dari orang-orang terdekat kami, akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada kedua orang tua kami, yang telah memberikan semua keperluan kami untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ibu Dra. Liliek Channa, M.Ag selaku dosen mata kuliah “Tafsir” yang telah membimbing kami untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidaka dapat kami sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan memberi inspirasi kepada para pembaca, sehingga dapat memperluas tsaqofah Islam dan menjadi orang yang cerdas.

Penyusun
Mojokerto, 3 Oktober 2010


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN iii
a) Latar Belakang iii
b) Rumusan Masalah iii
c) Tujuan iii
BAB II PEMBAHASAN 1
A. Ayat-Ayat Mengenai Kelebihan Manusia 1
Surat At Tiin 1-8 1
Surat Al-Isra’ 70 7
B. Ayat-Ayat Mengenai Kelemahan Manusia 9
Surat Hud 9-11 9
Surat Al-Ashr 1-3 11
Surat Al-Isra’11 15
Surat Al-Isra’ 67 17
Surat Al-Ma’arij 19-21 22
Surat Al-Ma’arij 22-23 24
Surat Al-Ma’arij 24-26 25
Surat Al-Ma’arij 27-28 26
Surat Al-Ma’arij 29-35 27
DAFTAR PUSTAKA 31

BAB I
PENDAHULUAN

a) Latar Belakang
Kami ingin mengkaji ayat-ayat tentang manusia yang menjelaskan tentang kelebihan-kelebihan manusia dan kelemahan-kelemahan manusia. Untuk mengetahui potensi-potensi apa sajakah yang dimiliki manusia.

b) Rumusan Masalah
1. Ayat-ayat apa sajakah yang menyebutkan tentang kelemahan-kelemahan manusia?
2. Ayat-ayat apa sajakah yang menjelaskan tentang kelebihan-kelebihan manusia?

c) Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui apa sajakah kelebihan-kelebihan manusia yang telah dijelaskan pada ayat-ayat di Al-Qur’an. Serta memberikan pengetahuan tentang kelemahan-kelemahan manusia. Agar para pembawa akan selalu optimis dalam menjalani hidup dan juga selalu berpasrah kepada Allah SWT dalam menjalani hidup.

A. Ayat-Ayat Mengenai Kelebihan Manusia
Surat At Tiin 1-8
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
وَطُورِ سِينِينَ
dan demi bukit Sinai,
وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yangserendah-rendahnya (neraka),
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?

أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?

Penafsiran Kata-Kata Sulit
التِّينِ : Menurut Ustadz Imam Muhammad Abduh, yang dimaksud adalah pohon tempat Nabi Adam bernaung tatkala di surga.
الزَّيْتُونِ : yang dimaksud adalah pohon yang merupakan pertanda surutnya banjir pada zaman nabi Nuh as.
طُورِ سِينِينَ : nama sebuah gunung. Ditempat itu Allah SWT. berdialog secara langsung dengan nabi Musa as.
الْبَلَدِ الْأَمِينِ : Makkah yang dimuliakan Allah dengan adanya Ka’bah.
: التَقْوِيمٍِMenjadikan sesuatu dalam bentuk yang sesuai dan serasi. Dikatakan Qawwamahu taqwiman. Istaqamasy-syai’u dan Taqawwama. Artinya sesuatu yang sesuai dan serasi.
بِالدِّينِ : Pembalasan sesudah hari kebangkitan.
Penafsiran
وَالتِّينِ
Aku bersumpah dengan masa Tin Nabi Adam – bapak manusia. Yaitu zaman ketika Nabi Adam dan istrinya menutupi dengan pohon Tin.
وَالزَّيْتُونِ
Aku bersumpah dengan masa Zaitun, yaitu masa Nabi Nuh as. dan anak cucunya. Ketika itu Allah menghukum kaumnya yang ingkar dengan didatangkannya banjir bandang, dan diselamatkan-Nya Nabi Nuh dan perahunya. Sedang beberapa masa kemudian datanglah seekor burung membawa daun pohon Zaitun yang membuat Nabi Nuh merasa gembira. Sebab hal ini menunjukkan redanya kemurkaan Allah dengan mengizinkan bumi menelan air bah, agar bumi bisa dihuni kembali oleh umat manusia. Kemudian perahu Nabi Nuh mendarat dan turunlah beliau beserta anak cucunya untuk menghuni dan membangun kembali bumi Allah.
Kesimpulan pohon Tiin dan Zaitun keduanya mengingatkan pada dua masa, yaitu masa Nabi Adam as, sebagai bapak manusia pertama, dan masa Nabi Nuh as. Sebagai bapak manusia kedua.
وَطُورِ سِينِينَ
Bukit ini mengingatkan kepada peristiwa diturunkannya ayat-ayat Ilahilah, yang ditampakkan secara jelas kepada Nabi Musa as. dan kaum-kaum. Serta peristiwa diturunkannya Kitab taurat kepada Nabi Musa setelah kejadian itu dan bersinarnya Nur Tauhid, yang pada masa sebelum itu dikotori oleh ‘aqidah wasaniyah’ (keyakinan keberhalaan). Para nabi setelah Musa as. Tetap mengajak kaumnya agar berpegang kepada syariat tauhid ini. Namun dengan berlalunya masa demi masa, ajaran ini telah dikotori dengan berbagai bid’ah. Hingga nabi Nabi Isa as. Dating menyelamatkan tauhid ini. Tetapi kaum nabi Isa pun tertimpa apa yang menimpa kaum para nabi sebelumnya, yaitu timbulnya perselisihan dalam agama, hingga tiba nur Muhammad saw. Untuk itu Allah berfirman pada ayat berikutnya.
وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
Kota Mekkah yang dimuliakan Allah dengan dilahirkannya Muhammad Saw. Dan dengan keberadaan Ka’bah (Baitullah) padanya.
Kesimpulannya ; sesungguhnya Allah bersumpah memakai nama keempat masa ini, oleh sebab semuanya mempunyai asar (bekas) yang jelas bagi sejarah umat manusia diselamatkan dari kegelapan menuju alam yang terang.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan dia dengan ukuran tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimpa berbagai ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasi yang dengannya manusia bisa berkuasa atas segala makhluk. Manusia memiliki kekuatan dan pengaruh yang dengan keduanya bisa menjangkau segala sesuatu.
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Manusia banyak melakukan kerusakan yang telah menyebar di kalangan mereka, sehingga mereka terlanjur berada dalam kesesatan. Mereka terperosok dalam jurang kebejatan moral dan dosa-dosa. Hanya orang-orang yang dipelihara oleh Allah mereka tetap berada pada garis fitrah kejadiannya. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh firman Allah
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Kecuali orang-orang beriman dan mengetahui bahwa jagat raya ini ada yang menciptakan. Dia-lah Yang Mengatur kesemuanya, dan Dia-lah Yang meletakkan syariat bagi makhluk-Nya agar dilaksanakan oleh mereka. Orang-orang semacam ini percaya bahwa keburukan akan beroleh imbalan pahala.
Kemudian Allah mengecam kaum musyrikin atas keingkaran mereka kepada hari pembalasan, setelah dating bukti-bukti yang jelas kepada mereka. Untuk itu Allah berfirman :
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
Apa yang mendorong kamu meningkari adanya hari pembalasan atas segala amal perbuatanmu? Padahal telah datang kepadamu bukti-bukti nyata yang menjelaskan kebenaran masalah ini. Sesungguhnya Zat yang Menciptakan kamu dari air mani dan menyempurnakan kejadianmu, Ia mampu membangkitkanmu setelah kematianmu dan menghisabmu diakhirat kelak. Barangsiapa telah menyaksikan hal ini dengan kemampuan akal dan pikirannya, kemudiannya ia mengingkarinya, maka ia telah membutakan mata dan hatinya, dan Ia berada dalam kesesatan yang nyata.
Kemudian Allah mengokohkan kecaman-Nya melalui firman-Nya pada ayat selanjutnya :
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Bukankah Allah itu Hakim yang seadil-adilnya dalam menciptakan dan mengatur? Oleh sebab itu, Ia menyediakan balasan amal perbuatan manusia. Agar manusia memelihara derajat kemuliaannya yang telah disediakan oleh-Nya sejak awal kejadiannya. Namun, begitulah perilaku manusia. Kebodohannya telah menurunkan derajatnya kepada tingkatan yang paling rendah. Oleh sebab itu, Allah mengutus para rasul kepada mereka dengan membawa berita gembira dan peringatan. Kemudian Ia menurunkan syariat-syariat-Nya kepada para rasul agar dijelaskan kepada umat manusia dan untuk mengajak mereka kepada rahmat ilahi.

Pendapat Mufasir dan Analisis Penulis
Menurut Ahmad Mustofa Al-Maraghi secara umum menjelaskan tentang betapa adil dan bijaksananya Allah SWT. Selain itu juga menjelaskan mengenai kelebihan-kelebihan manusia, baik dari kondisi fisiknya yang berporsi sangat ideal, serta diberikan akal yang berpotensi untuk dikembangkan seluas-luasnya.
Menurut Sayyid Quthb, surat ini menjelaskan mengenai keadilan Allah SWT. yang dijelaskan pada ayat terakhir dalam surat ini. Kemudian menunjukkan kelebihan manusia dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Selain itu didalamnya juga dijelaskan bahwa manusia dapat menjadi makhluk yang paling rendah daripada makhluk lainnya.
Menurut Harun Nasution, surat ini menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. yang memberikan keutamaan-keutamaan kepada manusia dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling utama daripada malaikat. Namun disisi lain Allah pun memberikan potensi bagi manusia untuk menjadi makhluk yang lebih rendah, bahkan lebih rendah daripada binatang. Oleh karena itu manusia harus dapat menjaga keutamaan-keutamaan tersebut agar selalu menjadi makhluk yang paling utama daripada makhluk lainnya
Analisis penulis ; Allah memberikan kelebihan-kelebihan kepada manusia untuk memuliakan manusia. Dengan memberikan bentuk yang paling sempurna, dengan memberikan akal yang dapat dikembangkan seluas-luasnya. Namun disisi lain manusia juga dapat menjadi makhluk yang paling rendah diantara makhluk-makhluk lainnya, jikalau mereka lebih menggunakan nafsu daripada akalnya, inilah suatu bentuk kebijaksanaan Allah Swt yang disampaikan dalam salah satu firmannya yang indah ini.



Surat Al Isra’ 70
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan dilautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
حَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ
Kami angkut mereka di daratan. (Al-Isra’ : 70)
Yaitu dengan memakai hewan kendaraan seperti unta, kuda, dan begal; sedangkan di lautan dengan perahu dan kapal laut.
َرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ
Kami beri mereka rezeki yang sebaik-baik. (Al-Isra’ :70)
Yaitu berupa hasil tanaman, buah-buahan, juga daging dan susu serta berbagai jenis makanan lainnya yang beraneka ragam serta lezat dan bergizi. Kami berikan pula kepada mereka penampilan yang baik serta pakaian-pakaian yang beraneka ragam jenis dan warna serta model-model yang mereka buat sendiri untuk diri mereka. Juga yang didatangkan oleh orang lain kepada merekadari berbagai penjuru dunia.
وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Manusia lebih utama daripada makhluk hidup lainnya. Juga lebih utama daripada semua jenis makhluk. Ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan manusia di atas jenis malaikat.
Pendapat Ulama dan Analisis Penulis
Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah, Ayat di atas menjelaskan bentuk kehormatan, kemuliaan dan keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada cucu Adam as. Itu agaknya untuk mengisyaratkan bahwa kehormatan tersebut banyak dan ia tidak khusus untuk satu rasa tau generasi tertentu, tidak juga berdasar agama atau keturunan, tetapi dianugerahkan untuk seluruh cucu Adam as. Sehingga diraih oleh orang perorangan, pribadi demi pribadi. Apa yang penulis sebutkan di atas adalah sebagian dari kandungan penghormatan itu.
Menurut syekh Sayyid Quthb dalam kitabnya ; Setiap manusia akan mendapatkan hasil amalnya. Salah satu bentuk kemuliaan manusia yang lain adalah bahwa ia bebas bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan akan menanggung akibat dari visi hidup yang ia anut dan hasil karya amalnya. Bahkan, ini merupakan karakter utama yang menjadikan manusia sebagai manusia ; di mana ia bebas memilih arah hidupnya dan ia sendiri yang akan bertanggung jawab atas pilihannya. Dengan inilah manusia diangkat menjadi khalifah dinegeri dunia tempat berkarya ini.
Menurut Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir dalam kitabnya ; Ayat di atas menunjukkan bahwasannya manusia telah diberikan bermacam-macam nikmat yang kemudian menunjukkan bahwa manusia adalah istimewa dihadapan Allah SWT dibandingkan makhluk yang lainnya. Bahkan didalam ayat itu disebutkan pula bahwasannya manusia itu lebih utama daripada malaikat.
Analisis penulis ; Dalam ayat ini dijelaskan banyak sekali keutamaan-keutamaan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Allah memuliakan manusia diatas semua makhluk lainnya. Bahkan memiliki potensi untuk lebih baik daripada malaikat yang diciptakan dari cahaya.



B. Ayat –Ayat Mengenai Kelemahan Manusia
Surat hud ayat 9-11


artinya :
Dan jika kami rasakan kepada manusia suatu rahmat ( nikmat ) dari kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya ia akan berkata , “telah hilang bencana-bencana itu dariku, “ sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar ( terhadap bencana ), dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.
Dari arti surat hud ayat 9-10 diatas, menurut tafsir ibnu kasir berpendapat bahwasanya;
Allah Swt, menceritakan perihal manusia dan sifat-sifat yang tercela ada pada diri manusia, kecuali bagi orang yang dikasihi oleh allah dari kalangan hamba-hamba-Nya yang beriman. Bahwa apabila manusia itu mendapatkan musibah sesudah mendapat nikmat, maka ia akan berputus asa dan merasa terputus dari kebaikan di massa selanjutnya, serta kafir dan ingkar terhadap keadaan yang sebelumnya. Seakan-akan dia tidak pernah mengalami suatu kebaikan pun, ddan sesudah itu dia tidak mengharapkan suatu jalan keluar pun, dan sesudah itu ia tidak mengharapkan suatu jalan keluar pun. Demikian pula kadaannya jika ua mendapat nikmat sesudah sengsara, sebagaimana disebutkan oleh Allah Swt :
ليقولن د هب السيئا ت عني ( هود : .ا )
Niscaya ia akan berkata, “Telah hilang bencana-bencana itu dariku.” ( Hud:10 )
Maksudnya, ketika manusia itu mendapatkan suatu kenikmatan setelah mendapatkan kesengsaraan, dia akan berkata bahwasanya tidak ada lagi kesengsaraan dan bencana yang menimpanya sesudah ini.
ا نه لفرح فخور ( هود :.ا) ِ
Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. ( Hud:10 )
Maksudnya, ia akan merasa sangat bahagia dan gembira dengan nikmat yang ada ditangannya, lalu ia bersikap angkuh dan sombong terhadapa orang lain. Allah Swt berfirman dalam ayat selanjutnya.
الا الدين صبروا( هود : اا)
Kecuali orang-orang yang sabar. ( Hud;11 )
Yakni sabar dalam mengahadapi bencana dan kesengsaraan.
و عملوا الصا لحا ت( هود : اا)
Dan mengerjakan amal-amal shalih ( Hud:11 )
اولئك لهم مغفرة( هود : اا)
Mereka itu beroleh ampunan. ( Hud:11)
واجر كبير( هود : اا)
pahala yang besar ( Hud:11 )
Maksudnya, ia memperoleh ampunan dan pahala yang besar dari apa yang telah ia perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja.
Seperti yang disebutkan di dalam suatu hadist :
والدي نفسي بيد ه لا يصيب المؤ من هم ولا غم ولا نصب ولا و صب ولا حزن حتي الشوكة يسا كها الا كفر الله عنه بها من خطا يا ه
Artinya :
Demi tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaaNYA, tidak sekali-kali menimpa seorang mukmin suatu derita dan tidak pula suatu kesusahan, tidak pula suatu kepayahan, tidak pula suatu penyakit, tidak pula suatu kesedihan sehingga duri yang menusuknya, melainkan Allah menghapuskan karenanya sebagian dari dosa-dosanya.
Di dalam kitab shahihain disebutkan :
والدي نفسي بيد ه لايقضي الله للمؤ من قضاء الا كا ن خيرا له ان اصا بته سرا ء فشكر كان خيرا له, و ان اصا بته ضراء فصبر كان خيرا له, وليس د لك لاحد غير المؤمن.
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali Allah memutuskan bagi orang mukmin suatu keputusan melainkan hal itu baik baginya. Jika ia beroleh kegembiraan, maka dia akan bersyukur, dan bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia tertimpa kesedihan, maka ia bersabar, dan bersabar itu baik baginya. Hal itu tidak dimiliki oleh seorang pun melainkan orang mukmin.

Menurut tafsir fi zhilalil qur’an, surat hud ayat ke 9-11 melukiskan tentang ;
Kondisi manusia ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang menyenangkan atau yang menyedihkan. Digambarkanlah buat mereka lukisan jiwa mereka dalam menghadapi suatu (azab) yang mereka minta disegerakan, ketika telah datang menimpa mereka dan bagaimana mereka bersedih dan brduka cita menghadapi peristiwa-peristiwa yang silih-berganti menimpa mereka, dan ketika kenikmatan lepas dan lenyap dari tangan mereka. Digambarkan pula kesombongan, keteperdayaan, dan ketertipuan mereka manakala mereka telah dilepaskan dari kesulitan dan diberi nikmat yang baru lagi.
Dari surat hud diatas berkesinambungan dengan surat al ‘ashr ayat 1-3, yang berbunyi ;


Artinya :
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).
Kata وَالْعَصْرِ : Huruf Wâw tersebut adalah Wâw al-Qasam (huruf yang bermuatan sumpah)
Sedangkan kata al-‘Ashr artinya masa dimana terjadinya gerak-gerik manusia.

Kata اْلإِنسَان : maksudnya adalah semua individu manusia
Kalimat وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ:
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian total kecuali orang yang memiliki empat kualifikasi yaitu iman, amal shalih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
Jadi mereka mengoleksi antara pembenaran dan iman terhadap hal yang diperintahkan Allah agar beriman dengannya. Namun, iman tidak akan dapat terealisasi tanpa keberadaan ilmu yang merupakan cabang darinya dimana hanya bisa terlengkapi dengannya.
Sedangkan amal shalih mencakup semua perbuatan baik, yang zhahir maupun bathin, wajib maupun Mustahabb (dianjurkan) yang terkait dengan hak-hak Allah dan hak makhluk-Nya.

Kalimat وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ : mereka saling nasehat-menasehati, berjanji, mewasiatkan satu sama lain, menggalakkan dan mensugesti untuk selalu beriman dan beramal shalih. Dengan nasehat itu maka akan tegak agama ini, sebagaimana sabda Rasulullah, di dalam haditsnya:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama ini adalah nasehat” (H.R Muslim no. 90 dari shahabat Tamim Ad-Daari)
Kalimat وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ : mereka saling berwasiat satu sama lain agar bersabar berikut dengan semua jenis-jenisnya, yaitu: sabar di dalam berbuat keta’atan kepada Allah, sabar untuk tidak berbuat maksiat kepada-Nya dan sabar terhadap takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya.
Di dalam surat yang agung ini jelaslah bahwa semua manusia berada dalam kerugian kecuali orang yang memiliki empat kualifikasi, yaitu iman, amal shalih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. Dengan dua hal pertama (iman dan amal shalih), seorang hamba dapat melengkapi dirinya sendiri sedangkan dengan dua hal berikutnya dia dapat melengkapi orang lain dan dengan melengkapi keempat-empatnya, maka jadilah seorang hamba orang yang terhindar dari kerugian dengan meraih keuntungan yang besar. Inilah yang tentunya akan selalu diupayakan oleh seorang insan yang berakal di dalam kehidupannya.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,
لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ
”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar” [Syarh Tsalatsatul Ushul].
Pada akhir tafsir surat Al ‘Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

فَبِالِأَمْرَيْنِ اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ، وَبِالْأَمْرَيْنِ اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ، يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِاالْعَظِيْمِ
”Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar”
Ar-razi menulis dalam tafsirnya:” Dalam surat ini terkandung peringatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugi, kecuali yang berpegang pada keempat ini. Yaitu; iman, amal shalih, pesan-memesan kepada kebenaran dan kesabaran.
jadi menurut analisa saya, bahwasanya surat hud ayat 9-11 dan al-'ashr ayat 1-3 adalah merupakan surah makiyyah, yang memiliki keseninambungan yang saling melengkapi satu sama lain. Ayat-ayat dia atas menjelaskan tentang kelemahan manusia, diantaranya adalah bersifat sombong dan tidak mau bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya, serta sesunguhnya manusia itu berada dalam kerugian apabila tidak mau beriman, mengerjakan hal-hal yang baik, saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati untuk tetap bersabar dalam menerima cobaan. Dan sebaliknya apabila manusia mau beriman, beramal shalih, dan saling menasehati dalam hal kebaikan dan kesabaran, maka niscaya Allah akan menyelamatkan manusia dari masa kerugian dan memberikan pahala yang besar atas kesabaran dan kesyukuran mereka. Seperti yang terdapat dalam hadist berikut ini ;
و قال النبي صلى الله عليه و سلم : ان العظم الجزاء مع عظم البلاء,و ان الله تعا لى اد احب قوما ابتلا هم.فمن رضي فله الرضا, ومن سخط فله السخط.رواه الترمدي : وقال حديث حسن
Dan nabi Saw bersabda : sebenarnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya cobaan, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka mereka akan di coba, siapa yang ridha (terhadap cobaan itu) maka ia akan memperoleh keridhaan-Nya dan siapa yang murka (terhadap cobaan itu) maka akan memperoleh kemurkaan-Nya. (HR.Tirmidzi dan ia berkata, “hadist ini Hasan”).



















Kelemahan Manusia


11. “ Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa”. (QS. Al-Isra’:11)
• Wa kanal insanu (untuk kebaikan)
• ‘ajuulan (bersifat tergesa-gesa) didalam mendoakan dirinya, tanpa memikirkan lebih lanjut akan akibatnyas
Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan menerima do’a manusia secara mendadak (langsung) namun mufassir Imam Ibn Abbas, Imam Ibn Mujahid dan Imam Ibn Qotadah menafsirkan ayat ini, ayat “Wakaanal insanu ‘ajuulaa” menafsirkan bahwa Allah menerima do’a manusia tidak secara langsung, akan tetapi melalui proses terlebih dahulu. Manusia menyangka (merasa) bahwa do’anya dikabulkan padahal tidak. Layaknya seorang petani menanam sebuah pohon, ia mengambil hasil panennya setelah beberapa bulan kemudian. Tidak ada seorang petani sekalipun yang menanam pohon kemudian ke esokan harinya langsung memetik buahnya. Diriwayatkan Ibn Abbas wa Qod taqoddana fil hadits:
“La tad’uu ‘alaa anfusikum, walaa ‘alaa amwaalikum an tuwaafiquu minallahi sa’atan ijaabatun yatasjibu fiiha”.
Menurut tafsir Jalalain : (dan manusia mendoa untuk kejahatan) terhadap dirinnya dan keluarganya jika ia menggerutu (sebagaimana ia mendoa) sebagaimana ia mendoa untuk dirinya sendiri (untuk kebaikan. Dan adalah manusia) yang dimaksud adalah jenisnya (bersifat tergesa-gesa) didalam mendoakan dirinya, tanpa memikirkan lebih lanjut akan akibatnya.
Thahir Ibn Asyur menilai penempatan ayat ini sulit dipahami. Mengangkat makna dari susunan dan redaksinya pun demikian. Ulama asal Tunisia ini berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut ini mengandung berita gembira dan ancaman, sedang mereka yang diancam seringkali memperolok-olokkan ancaman itu dengan berkata: “kapankah terjadinya ancaman itu?” nah karena itu tulisanya ayat ini berhubungan dengan sikap mereka itu dan disini diibaratkan bahwa jatuhnya ancaman itu tidak segera. Memang manusia apalagi yang kafir selalu bersifat tergesa-gesa, sampai-sampai dia berdoa untuk kejahatan sebagaimana doanya untuk kebaikan.
Al-Biqa’i berpendapat tentang hubungannya, bahwa setelah ayat yang lalu menjelaskan ajakan Ilahi melalui kitab suciNYA, dan sebelum itu telah diisyaratkan bahwa Allah SWT tidak tergesa-gesa dalam bertindak, kini dijelaskan tabiat manusia yang seringkali tergesa-gesa dalam ucapan dan perbuatannya.
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa di antara manusia ada yang bersumpah untuk dirinya, keturunannya bahkan untuk hartanya dengan doa yang jahat pada saat ia marah, seperti doa "Wahai Tuhan ! Turunkanlah laknat kepadaku, binasakanlah aku !", sebagaimana ia berdoa kepada Allah dengan doa yang baik seperti doa mereka agar Allah memberikan kesehatan dan melimpahkan keselamatan kepadanya, kepada keturunannya dan kepada harta bendanya.
Seandainya Allah SWT mengabulkan doanya itu, niscaya mereka tidak bisa mengelakkan diri dari hasil doanya. Akan tetapi Allah SWT tidak berbuat demikian. Hal ini tidak lain hanyalah karena keutamaan Allah yang Maha Besar.
Analisis Penulis: Didalam ayat ini menerangkan bahwa manusia selalu tergesa-gesa. Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai sifat tergesa-gesa, yaitu apabila ia menginginkan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya, maka tertutuplah pikirannya untuk menilai apa yang diinginkannya itu, apakah bermanfaat bagi dirinya, ataukah merugikan. Hal itu semata-mata didorong oleh sifat-sifat tergesa-gesa untuk mencapai tujuannya, tanpa dipikirkan dengan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya manusia itu tertarik pada keadaan lahiriah dari sesuatu tanpa meneliti hakikat dan rahasia dari sesuatu itu lebih mendalam.
Di dalam ayat ini terdapat sindiran terhadap orang-orang musyrik Arab yang mendustakan kebenaran Alquran, karena mereka tidak mau mempercayai terjadinya hari Pembalasan. Mereka lebih menyenangi dunia yang dapat mereka nikmati secara langsung, dari pada memikirkan janji dan ancaman yang akan diterimakan kepada mereka di Hari Pembalasan.


67. “ Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih”. (QS. Al-Isra’:67)
• wa kanal insanu kafuron (dan manusia itu adalah selalu tidak berterimakasih) banyak mengingkari nikmat Allah

Menurut tafsir Jalalain: (dan apabila kalian ditimpa bahaya) maksudnya marabahaya (di lautan) karena takut tenggelam (niscaya hilanglah) lenyaplah di hati kalian (siapa yang kalian seru) tuhan-tuhan yang kalian sembah itu, karena itu kalian tidak menyeru mereka (kecuali Dia) Allah SWT, maka pada saat itu kalian hanya berseru kepada-NYA semata, karena kalian berada dalam marabahaya, sedangkan kalian mengetahui, bahwa tidak ada yang melenyapkannya melainkan hanyalah dia (maka tatkala Dia menyelamatkan kalian) dari tenggelam, lalu ia menyampaikan kalian (ke daratan, kalian berpaling) dari mentauhidkan-NYA (dan manusia itu adalah selalu tidak berterimakasih) banyak mengingkari nikmat-nikmat Allah.

Menurut al-Biqa’i, jjika kata rahiman dipahami dalam arti rahmat Allah yang ditujukan kepada orang-orang beriman, maka ayat ini mengarahkan pembicaraan kepada orang-orang kafir. Ayat ini melanjutkan uraian pemeliharaan dan anugerah-NYA dengan menyatakan: dan apabila kamu ditimpa oleh marabahaya dilautan seperti amukan angin atau goncangan gelombang niscaya hilanglah dari ingatan kamu diapa yang selama ini kamu seru dan arahkan harapan dan doamu kepada mereka. Hilang semua itu, kecuali Dia yang maha Esa itu sehingga seluruh harapan kamu hanya tertuju secara ikhlas kepadaNYA. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu dari bahaya tenggelam dan mengantar kamu secara berangsur-angsur hingga tiba kedaratan, kamu berpaling tidak lagi mengikhlaskan diri dan mengesakanNYA. Dan manusia memiliki pembawaan selalu amat kafir yakni sangat enggan mengakui anugerah dan menolak berterimakasih, kecuali mereka yang taat kepadaNYA.
Analisis Penulis: Allah SWT mengungkapkan keadaan orang-orang kafir, apabila ditimpa mara bahaya yang mengancam jiwanya, mereka itu tak dapat mengharapkan pertolongan lain terkecuali kepada Allah, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang kafir itu apabila ditimpa mara bahaya di lautan, niscaya hilanglah harapan mereka untuk meminta bantuan dan pertolongan kepada berhala-berhala, jin, malaikat, pohon-pohon dan batu-batu yang mereka sembah. Pada saat yang gawat itu yang mereka ingat hanyalah Allah Yang Maha Esa yang berkuasa untuk menghilangkan bahaya itu, maka mereka mohonkan pertolongan kepada Allah Yang Maha Kuasa itu.
Akan tetapi apabila Allah telah mengabulkan permintaan mereka, yakni mereka telah terlepas dari bencana topan dan badai yang hampir menenggelamkan mereka, dan mereka tiba di darat dengan selamat, merekapun berpaling menjadi orang-orang yang mengingkari nikmat-nikmat Allah dan merekapun menyekutukan Allah kembali dengan tuhan yang lain.
Dalam pada itu Allah SWT menegaskan bahwa tabiat manusia itu cenderung kepada melupakan nikmat-nikmat yang mereka terima dan selalu tidak beriman atau tidak mau berterima kasih kepada Zat yang memberikan nikmat itu. Hal ini termasuk keanehan yang terdapat pada diri manusia kecuali para hamba Nya yang selalu berada dalam bimbingan Allah dan perlindungan Nya.
Asbabun Nuzul: Ijrimah bin Abu Jahal bepergian ke laut menaiki perahu bersama orang-orang kafir sesampainya ditengah laut mereka mendapatkan mara bahaya berupa angin yang sangat keras disertai ombak yang sangat besar, kemudian orang-orang kafir berdo’a kepada tuhannya agar diberi keselamatan sampai kedarat. Kemudian Ijrimah bin abu jahal berkata dalam hatinya bahwasanya tidak ada yang dapat menolong kecuali Allah SWT ( Ijrimah bin abu Jahal berkata demikian karena Ijrimah pada waktu itu telah memeluk agama islam). Kemudian karena ombak dan angin yang sangat besar Ijrimah berdo’a berkata dalam hatinya “ Ya Allah selamatkanlah kami sehingga kami sampai didarat” dan ijrimah berjanji dalam hatinya “ Jika Engkau menyelamatkan kami sampai didarat kami berjanji kami akan bersalaman kepada Nabi Muhammad dan beriman kepadanya. Kemudian Allah menyelamatkan mereka semua dan mereka langsung bertamu kepada Nabi Muhammad dan langsung masuk islam. Kemudian mereka langsung menjadi muslimin yang sempurna.


100. “Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". Dan adalah manusia itu sangat kikir”.
• Wa kanal insaanu qoturon (dan adalah manusia itu sangat kikir) maksudnya sangat bakhil
Menurut tafsir Al Mishbah ayat 100 diatas mengecam mereka yang enggan bersyukur atas aneka nikmat Allah. Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad SAW bahwa, katakanlah, kepada orang-orang musyrik yang mengajukan aneka tuntutan itu, atau kepada siapapun: “kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat rezeki dan aneka karunia Tuhanku yang telah melimpahkan kepadaku anugerah yang tidak ternilai. Kata antum/kamu digunakan ayat ini menunjukan kekhususan, yakni kamu saja, tidak ada orang lain bersama kamu yang memilikinya. Ayat ini dapat juga dipahami sebagai ditujukan kepada semua manusia, karena semua manusia memiliki sifat kikir, kecuali yang di rahmati Allah. Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan tabiat manusia yang sangat kikir membelanjakan harta walau ia memiliki harta yang melimpah dan walau pembelanjaan itu menyangkut hal-hal yang semestinya mereka belanjakan.

Menurut Tafsir Jalalain: (Katakanlah) kepada mereka ("Seandainya kalian menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Rabbku) berupa perbendaharaan rezeki dan hujan (niscaya kalian tahan perbendaharaan itu) maksudnya niscaya kalian akan bersikap kikir (karena takut membelanjakannya.") karena takut harta menjadi habis dibelanjakan oleh karenanya kalian bersikap kikir. (Dan adalah manusia itu sangat kikir) maksudnya sangat bakhil.
Kata qoturan menurut Ibn Abbas mempunyai arti sangat pelit. Menurut Ibn Abbas kata Qoturon itu ada tiga yaitu bahlun (pelit), jaz’un (lebih daripada pelit), hala’ah (paling pelit). Sedangkan menurut Ibn Qotadah, qoturon adalah bahlun yaitu pelit yang sangat pelit. Kedua mufassir tersebut menghubungkan dengan QS An-Nisa’ ayat 53. Itu dikatakan bahwa jika kalian takut untuk memberikan sesuatu kepada orang lain merasa khawatir jika apa yang mereka miliki akan berkurang atau bahkan habis maka menurut kedua mufassir tersebut Allah menilai sebagai pelit terpelit kecuali orang-orang yang diberi petunjuk dan hidayah. Pada dasarnya manusia itu pelit orang yang tidak pelit adalah orang yag diberi hidayah dan pertolongan.
Asbabun Nuzul: Dulu ada seorang pemuda yang hidup sendiri tidak punya keluarga dan tidak punya apa-apa, orang tersebut merasa khawatir terhadap apa yang mau dibelanjakan dan pemuda itu putus asa dari rahmat Allah, ketika itu banyak tetangga dan para sahabat membelanjakannya dan bersedekah melihat kenyatan yang seperti itu pemuda tersebut merasa minder.
Analisis Penulis: Pada ayat ini Allah SWT menerangkan sebab-sebab kenapa Allah tidak memperkenankan permintaan-permintaan orang-orang lalim itu, yaitu kalau Allah memperkenankan permintaan mereka itu maka mereka tetap berlaku kikir, tidak mau memberikan sebagian kecil kepada orang lain yang memerlukannya, karena mereka takut akan lenyap dari mereka kenikmatan-kenikmatan yang mereka peroleh itu. Padahal nikmat Allah itu tidak akan habis-habis walaupun betapa banyaknya diambil oleh manusia.
Sifat kikir itu adalah watak dan tabiat manusia. Dengan watak dan tabiat yang tidak baik itulah yang menyebabkan manusia mendurhakai perintah-perintah Allah dan enggan memperhatikan larangan-larangan Nya.
Apabila firman Allah berbicara tentang sifat-sifat manusia dengan lafadz “ kana “ maka yang dimaksud adalah maka yang dimaksud adalah menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bagi mereka sudah merupakan garizah (naluri) dan tabiat yang tertanam dalam jiwa. Abu bakar razi telah mengkaji dengan seksama menggunakan lafadz “kana” dalam Al Qur’an menyimpulkan makna-makna yang terkandug dalam penggunaanya itu.




Asbabun nuzul surat Al-Ma’arij. ( Tafsir Jalalain )

Ibnu abbas r.a telah mengatakan bahaw orang yang meminta agar azab ditirunkan adalah An nadhr ibnul Harits. An nadhr mengatakan “ Ya Allah, jika seandainya Al Qur’an adalah benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit “
As saddi telah menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan di Makkah berkenaan dengan peristiwa An nadhr ibnul Harits karena sesungguhnya ia telah mengatakan, sebagaimana telah disitiroleh firman-Nya :
‘ Ya Allah, jika betul ( Al Qur’an ) ini, adalah benar dari sisi engkau…’ ( Q.S Al Anfal : 32 )
Azab yang dimintanya itu menimpanya pada waktu perang Badar ( yakni dia mati terbunuh )

Al Ma’arij : 19 – 21



“ sesungguhnya manusia diciptalan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkaluh kesah; dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir “

Tafsir Al-Azhar.
“ Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah “
Keluh kesah berarti tidakmempunyai ketenangan hati, selalu merasa cemas, gelisah dan kekurangan. Beberapa penyakit jiwa juga akan ikut menyertainya.
“ bila disentuh akan dia oleh suatu kesusahan dia pun gelisah”
Bila ditimpa susah, dia tidak dapat mengendalikan diri. Dia menjadi sangat menyesali nasib atau menyalahkan orang lain. Maunya harus ‘ tau beres’ saja, tidak mau diganggu sedikitpun.
Sedang pada ayat ke-21. mengartikan dia mendinding diri, tidak mau dihubungi orang lain, dia mencari 1000 macam akal untuk mengelak kalau ada yang akan datang meminta pertolongan.


Tafsir Al mishbah.
Thabathaba’i mengomentari ayat 19-21 adalah bahwa keinginan manusia meraih segala sesuatu yang merupakan potensi manusiawi yang dilekatkan Allah pada manusia, bukannyakeinginan untuk meraih segala sesuatu baik atau buruk berguna atau tidak, tetapi keinginan meluap untuk meraih kebaikan dan manfaat. Bukan juga keinginan meluap untuk meraih kebaikan dan manfaat baik berkaitan dengan dirinya maupun orang lain melainkan apa yang dinilainya baik dan bermanfaat untuk dirinya.

Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Selain itu sifat dan cirri tetapnya yang lain adalah sangat kikir, dia menganggap apa yang dia dapat adalah berkat jerih payahnya sendiri lantas dia menjadi seorang yang kikir dan memonopoli kekayaan itu untuk dirinya sendiri.


Al Ma’arij ayat ke 22 sampai 23


“ kecuali para yang shalat yang mereka itu menyangkut shalat mereka tetap bersinambung “

Tafsir Al mishbah.
Pengecualian ini mengesankan bahwa sifat-sifat yang disebut sebelumnya adalah sifat-sifat buruk yang tidak disandangoleh orang-orang mukmin. Thabathaba’i memahaminya berhubungan dengan ayat ayat sebelumnya secara langsung, hanya saja ulama ini menegaskan bahwa pengecualian orang yang melaksanakan shalat dan lain lain bukan berarti bahwa mereka tidak dilengkapi dengan naluri itu, hanya saja mereka menggunakan sesuai dengan tuntutan Allah.

Tafsir Al-Azhar.
Ini menyatakan bahwa hanya orang yang sembahyang saja yang dapat menyembuhkan diri dari rasa gelisah itu. Orang sembahyang dapat bebas dari penyakit yang berbahaya itu. Sebab dengan sembahyang sekurang-kurangnya lima waktu dalam siang dan malam, ditambah lagi sembahyang sunnah yang lain, maka jiwanya tak akan ada lagi gelisah. Sebab dia berangsur mandekat pada Allah. Diluar sembahyang itupun dia tetap sembahyang, artinya dia tetap ada hubungan antara jiwanya dngan Allah.

Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Adapun sifat kekekalan yang dikhususkan untuk shalat disini, “ mereka tetap mengerjakan shalat “ memberikan gambaran tentang keajegan dan keberlangsungannya. Maka shalatnya ini adalah shalat yang tak terputus oleh rasa sembrono atau malas. Dengan keajegan menunaikan shalat ini, berarti dia terus menerus berhubungan dengan Tuhan.

Al Ma’arij ayat 24 sampai 26



“ dan orang-orang yang dalam harta mereka ada hak tertentu, bagi yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan “

Tafsir Al mishbah.
Ulama’ memahami makna zakat haqqun ma’lum dalam arti zakat, karena zakat adalah kewajiban yang ditetapkan sendiri oleh yang bersangkutan ( selain zakat ) dan yang mereka berikan secara suka rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin. Maka pendapat yang kedua ini lebih menonjol sifat terpujinya.

Tafsir Al-Azhar.
Diantara yang diperintahkan Allah sesudah perintah sembahyang adalah menyediakan sebagian dari harta mereka untuk membantu orang-orang yang perlu dibantu. Baik zakat perternakan, pertanian ataupun kekayaan.
“ untuk orang yang meminta dan yang tidak punya apa-apa”
Maksud yang meminta disini adalah baik petugas pemungut zakat, atau orang yang sudah terdesak ( punya hutang ) tidak ada tempat dia mengadu lagi kecuali pada yang lebih mampu. Atau penuntut ilmu yang kekurangan biaya.



Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Yaitu zakat secara khusus dan sedekah-sedekah yang dimaklumi ukurannya, yang merupakan hak pada orang-orang mukmin. Atau mungkin maknanya lebih besar daripada ini. Yaknimereka menjadikan bagian tertentu pada hartanya karena mereka merasa bahwa itu adalah hak orang miskin baik yang meminta-minta maupun yang tidak. Tindakan ini terlepas dari sifat kikir dan kebebasan dari sifat rakus.

Al Ma’arij ; 27 – 28


“ dan orang-orang mereka itu – terhadap siksa Tuhan mereka- sangat takut. Sesungguhnya siksa Tuhan mereka, tidaklah aman “
Tafsir Al mishbah.
Akhir ayat yang lalu menggambarkan kepercayaan mereka terhadap adanya hari pembalasan yahkni hari kiamat. Pembalasan pada hari itu dapat merupakan pemberian sanksi dan jug adapt perolehan ganjaran. Kaum beriman itu dilukiskan oleh ayat diatas sebagai orang-orang yang sangat takut kepada jatuhnya sanksi, yakni tidak menonjol dalm perolehan nikmat. Menegaskan bahwa tidak ada seorangpun dapat memperoleh jaminan keselamatan dari siksa Allah. Sayyidina Umar pernah berkata : “seandainya ada pengumuman bahwa yang masuk neraka hanya seorang, maka aku khawatir akulah dia”.

Tafsir Al-Azhar.
Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi yang sebelumnya telah menjelaskan bagaimana ngeri dan seramnya azab Tuhan di hari itu. Beliaupun ngeri memikirkannya, beliaupun takut akan berbuat apa yang dilarang Allah dan diapun taat mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Tuhan.
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Rasulullah SAW orang yang tiada bandingannya tentang kedekatannya kepada Allah dan mengetahui bahwa Allah telah memilih dan memeliharanya, selalu merasa takut terhadap azab Allah. Beliau yakin bahwa amalan beliau saja tidak dapat melindunginya dan memasukkanya ke surga kecuali dengan karunia dan rahmat-Nya.

Al Ma’arij ayat 29 sampai 35
“ dan orang-orang yang mereka itu menyangkut kemaluan mereka adalah pemelihara-pemelihara kecuali terhadap pasangan-pasangan mereka atau budak wanita yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidaklah dicela. Barang siapa mencari dibalik itu, maka mereka itulah pelampau-pelampau batas. Dan orang-orang yang terhadap amanat-amanat mereka dan perjanjian mereka adalah pemelihara-pemelihara(nya) dan orang-orang yang mereka itu terhadap kesaksian mereka adalah penegak-penegak(nya) dan orang-orang yang mereka itu menyangkut shalat-shalat mereka selalu memelihara(nya). Mereka itulah di surga lagi memuliakan “
Tafsir Al Mishbah.
Setelah ayat-ayat yang lalu menyebut beberapa sifat yang berfungsi memelihara sekaligus menghiasi jiwa seseorang, kini ayat di atas menyebut beberapa sifat yang intinya adalah menghindarkan keburukan. Ayat diatas menjanjikan surga dan memuji orang-orang yang mereka itu baik laki-laki maupun perempuan, yakni secara mantap tidak menyalurkan kebutuhan biologis melalui hal dan dengan cara yang tidak dibenarkan agama.

Tafsir Al-Azhar.
Dalam ayat ini disebut bahwa salah satu ciri tanda orang yang beriman ialah menjaga dan tidak mempergunakan kehormatannya dengan salah. Sudah jadi salah satu dari syarat menjaga hidup manusia di atas dunia adalah apabila dia mengatur hubungannya dalam ikatan pernikahan.

Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Islam menghendaki masyarakat yang suci, bersih, indah dan transparan. Al Qur’an menetapkan kesucian hubungan biologis dengan istri dan budak yang diperoleh dengan cara yang ditetapkan syara’ dan diakui islam. Yaitu, budak yang diperoleh sebagai tawanan dalam perang fi sabilillah. Hanya jalan peperangan inilah satu-satunya diakui oleh islam.

ANALISA PENULIS

Semua manusia mempunyai sifat keluh dan kesah dan kikir. Kecuali orang-orang yang Allah kecualikan, yakni orang-orang yang shalat. Namun disisi lain bukan berarti mereka yang shalat tidak punya sifat tersebut, melainkan tetap memiliki hanya saja kadarnya kegalisahannya yang berbeda. Bagi mereka yang shalatnya benar-benar khusyu’ sehingga diluar shalatpun mereka tatep mengingat Allah maka mereka dapat mengendalikan kegelisahannya.
Pada ayat 24 sampai 26 menggambarkan keharmonisah hubungan antara sesame manusia terutama pada kaum yang lemah. Namun pada akhirnya, sebaik apapun manusia dimata sesama manusia, tidak dapat menjamin dia selamat dihari pembalasan nanti.
Sedangkan pada ayat 29 sampai 35 adalah juga sifat bagaimana cara menghindarkan keburukan. Yakni dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis melalui pasangan yang syah ( istri ) atau dengan budak yang mereka miliki. Sebagaimana atas amanat yang dipikulkan pada mereka, memelihara waktunya hingga terlaksana tepat pada waktu yang telah ditetapkan serat memelihara rukun, wajib, dan sunnah-sunnahnya Dan Allah menjanjikan syurga bagi mereka yang mampu menjaga kehormatannya. Namun berbeda jika yang terjadi adalah sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi 30. Semarang :Toha Putra. 1993
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. Tafsir Ibnu Kasir Juz 15. Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2003
Imam Jalaluddin Al-Mahalli. Tafsir jalalain. Bandung : Sinar Algensindo. 2008
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Volume 7. Jakarta : Lentera Hati. 2007
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta : Lentera Hati. 2002
Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 12. Depok : Gema Insani. 2006
Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 7. Depok : Gema Insani. 2003
Prof. Dr. Hamka. Tafsir Al Azhar. Jakarta : Pustaka Panjimas. 2004
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Volume 15. Jakarta : Lentera Hati. 2007
Imam Jalaluddin Al-Mahalli. Tafsir Jalalain. Bandung : Sinar baru Algesindo.1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Do not forget to give comment